(Kampus Islam Kok Gak Punya Masjid?) : Pentingnya Ketersediaan Fasilitas Masjid di Kampus 3 UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Membahas perihal kampus ramah keagamaan, tidak lain dan tidak bukan amatlah relevan dengan UIN SGD Bandung. Kampus ini bahkan memiliki asrama yang dikhususkan untuk penghafal Al-Qur’an. Yakni Ma'had Tahfidz Al-Qur'an UIN SGD Bandung yang merupakan Asrama Mahasiswa yang ditetapkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia. yang terletak di Kampus 3 sebagai bagian dari UIN SGD Bandung, dan beralamatkan di Jl. Raya Cileunyi RT.001 RW.021 Kel. Cileunyi Wetan, Kab. Bandung, 40622. Penetapan asrama mahasiswa ini sejatinya ialah sebuah privilege yang diberikan secara penuh terhadap mahasiswa-mahasiswi yang lulus seleksi melalui jalur mandiri tahfidz. Karena selain mendapat tempat tinggal secara cuma-cuma alias gratis, mahasiswa-mahasasiswi yang bermukim dikampus 3 UIN SGD Bandung atau yang kerap disapa dengan sebutan mahasantri ini juga mendapat ruang khusus untuk terus menjaga dan mengembangkan potensi yang mereka miliki sebagai penghafal Al-Qur’an.
Padatnya aktivitas kampus diiringi dengan kegiatan Ma’had setiap harinya menuntut para mahasantri kampus 3 untuk lebih memahami managerial waktu dibanding dengan mahasiswa lainnya. Hal ini tentunya menjadi suatu hal yang patut untuk di apresiasi juga difasilitasi penuh oleh kampus selaku fasilitator dari seluruh lapisan akademisi yang bernanung dibawah regulasinya. Akan tetapi dikarenakan jarak yang terpaut cukup jauh dari kampus sentral UIN SGD Bandung, mahasantri Ma’had Tahfidz ini seringkali mengalami kesenjangan fasilitas.
Salah satu bentuk kesenjangan fasilitas di Ma’had Tahfidz kampus 3 UIN SGD Bandung ialah tidak tersedianya fasilitas yang menunjang kegiataan keagamaan dan pembelajaran, baik itu masjid, musholla, maupun aula. Hal ini menjadi keresahan mahasantri maupun jajaran dewan pengurus mahasantri selama bertahun-tahun. Karena untuk ukuran kampus yang ramah dengan aktivitas keagamaan, ketiadaan tempat ibadah merupakan sutu hal yang menjadi tanda sorotan bagi semua lapisan civitas kampus, terlebih tempat yang tidak difasilitasi rumah ibadah tersebut ialah asrama tahfidz yang tentunya sangat memerlukan ruang untuk melakukan aktivitas lebih lanjut sebagai mahasantri.
Kampus 3 UIN SGD Bandung ini sendiri memiliki Gedung Moderasi Beragama yang telah diresmikan oleh Kementrian Agama Republik Indonesia pada Selasa, 26 November 2019. Gedung moderasi beragama ini difungsikan untuk tempat penyemaian, pendidikan, dan penguatan gerakan moderasi beragama di lingkungan perguruan tinggi keagamaan yang sejatinya merupakan garda terdepan dalam mengawal, mengembangkan dan mengimplementasikan nilai-nilai moderasi beragama di tengah masyarakat yang majemuk. Seusai diresmikan, Gedung moderasi beragama ini telah menyusun beberapa program demi mengawasi arus moderasi beragama, dan tentunya didukung oleh fasilitas yang ada di dalam Gedung moderasi beragama. Akan tetapi sebelum mengulas lebih jauh mengenai nilai-nilai moderasi beragama bahkan pengimplementasiannya juga sebelum membahas toleransi antar umat agama lain, ada baiknya kampus terlebih dahulu memperhatikan mahasiswanya yang bahkan masih dalam lingkup seagama. Karena permasalahan ketiadaan tempat ibadah ini sangat berdampak di berbagai aspek. Yang petama, mahasantri terhambat dalam berkegiatan dan beraktivitas secara umum, bahkan untuk melaksanakan sholat berjama’ah dan mengumandangkan adzan mahasantri harus menggunakan Gedung moderasi beragama sebagai tempat pelaksanaan sholat berjama’ah. Dan hal ini dirasa sangat tidak efektif dikarenakan sempitnya ruangan utama tidak mampu menampung kapasitas santri yang berkisar lebih dari 200 orang. Sehingga pelaksanaan sholat dilakukan di dua tempat, jama’ah mahasantri putra menempati ruang utama lantai dua Gedung moderasi beragama, sementara jama’ah putri menempati teras dari ruang utama yang berupa lorong kecil dan dikarenakan kapasitas jama’ah mahasantri putri yang cukup banyak, sebagian mahasantri harus menempati beberapa kamar lain yang terhubung dengan teras ruangan utama. Dengan begini, otomatis mahasantri putra yang masbuk ketika sholat berjama’ah harus melalui jama’ah mahasantri putri yang berada diteras. Hal ini tentu mengganggu kenyamanan dalam pelaksanaan sholat berjama’ah, baik bagi jama’ah mahasantri putra maupun putri. Sebab lain dari ketidak efektifan penggunaan Gedung moderasi beragama sebagai tempat pelaksanaan sholat berjama’ah ialah tidak adanya hijab antara jama’ah mahasantri putra dan jama’ah mahasantri putri yang juga menganggu kenyamanan bagi sebagian mahasantri. Hal ini juga terjadi ketika pelaksanaan kegiatan belajar mengajar kitab kuning dan sholawat bersama. Akibat ketidaknyamanan yang terjadi, mahasantri sering kali kesulitan dalam menyelenggarakan berbagai event PHBI (Peringatan Hari Besar Islam) hingga kemudian memilih untuk tidak menyelenggarakan event-event tersebut. Menurut data hasil survey terhadap keseluruhan mahasantri putra dan putri Mahad Tahfidz UIN SGD Bandung yang diselenggarakan oleh penulis sepekan lalu melalui laman google formulir dengan judul Survey Keresahan Mahasantri Ma’had Tahfidz UIN SGD Bandung beberapa mahasantri turut mengungkapkan segala bentuk unek-uneknya dalam menghadapi persoalan kesenjangan fasilitas ini. Beberapa menyatakan bahwa keberadaan masjid atau aula sebagai pusat kegiatan keagamaan merupakan hal yang amat dinanti oleh seluruh mahasantri beserta jajaran pengurus. Mengingat hingga sekarang, dari tahun ke tahun antusiasme mahasantri dalam melaksanakan berbagai kegiatan sangatlah tinggi, karena itu merupakan bentuk syukur mereka yang telah difasilitasi Gedung asrama oleh kampus ditengah maraknya krisis ekonomi dizaman sekarang ini. Disamping itu, beberapa yang lain turut menyatakan berbagai hambatan yang ditemukan selama berkegiatan akibat ketiadaan masjid maupun aula ini dan selain itu terdapat berbagai kesenjangan fasilitas lain yang dirasakan oleh mahasantri Ma’had Tahfidz UIN SGD Bandung ini seperti kualitas koneksi wifi dan sistem kebersihan. Para mahasantri ini menyatakan kekecewaan yang mereka rasakan karena kerap kali merasa di anak tirikan sebagai seorang mahasantri yang masih bernanung dibawah regulasi kampus. Mahasantri Ma’had Tahfidz kerap kali merasakan ketiadaan pemenuhan hak selaku mahasanntri dari kampus yang merupakan fasilitator penuh tersebut. Beberapa mahasantri juga menyatakan kritik terbuka kepada kampus seperti kalimat “asrama tahfidz elit, masjid sulit”
Selain berdampak kepada kenyamanan para mahasantri ketika beraktivitas, penngalihfungsian Gedung moderasi beragama ini juga tentunya berdampak pada terhambatnya kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan di Gedung moderasi beragama sebagai program tujuan didirikannya Gedung moderasi beragama ini. Tentunya salah satu akibat lainnya ialah munculnya stigma negatif masyarakat terkait asrama tahfidz dari kampus Islam negeri yang tidak difasilitasi masjid. Terkait dengan hal ini, disisi lain kampus UIN SGD Bandung tengah merampungkan pembangunan tugu UIN SGD Bandung. Melansir dari jurnalposmedia.com , pembangunan tugu UIN SGD Bandung ini lagi-lagi menuai kontra karena ditengah kesenjangan fasilitas yang terjadi dimana-mana, pimpinan kampus memilih menjalankan program pembangunan tugu yang dirasa tidak memiliki esensi. Pasalnya pembangunan tugu inipun memakan biaya yang tidak sedikit, bahkan menempus angka hingga 100 juta rupiah. Pembangunan ini sangat tidak relevan dengan kebutuhan mahasiswa terkait fasilitas kampus terlebih mahasantri kampus 3 yang sering terbengkalai kebutuhannya.
Berkaitan dengan kesenjangan fasilitas ini, mahasiswa tentunya berharap supaya kampus mampu membenahi kebijakan demi menunjang segala bentuk kebutuhan mahasiswanya. Salah satu solusi yang bisa ditawarkan ialah dengan pertimbangan skala prioritas, pimpinan kampus perlu mempertimbangkan prioritas pembangunan supaya pemenuhan fasilitas mahasiswa dapat terlaksana dengan optimal.
Hasna Zahra Annabilah
Mahasiswi Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Komentar
Posting Komentar